⠀⠀⠀⠀⠀ ... makan malamnya, tak peduli jikalau baru disentuh sebanyak lima suap, dan lari keluar dari kedai. Alias ... 𝘔𝘈𝘓𝘜 𝘉𝘈𝘕𝘎𝘌𝘛!!! ⠀⠀⠀⠀⠀Ketidakpiawaian Nadila dalam menilai seseorang berdasarkan air muka jadi faktor penghambat. Pengambilan ... ⠀⠀⠀⠀⠀

⠀⠀⠀⠀⠀ ... keputusan agak terulur, namun beruntung tanggapan yang diberi pria di dekatnya—Benjamin—menggagalkan aksi ‘kabur’ yang sudah dirancang Nadila dalam pikiran. ⠀⠀⠀⠀⠀“Nah, iya! Bisikan dari alam; Whispers From Nature!” Spontan bertepuk tangan sebab ... ⠀⠀⠀⠀

⠀⠀⠀⠀⠀ ... merasa senang karena akhirnya mengingat nama pameran tersebut dan memori Nadila tidak rusak. Meskipun biasanya sang juita tergolong memori jangka pendek. ⠀⠀⠀⠀⠀Tendas mengangguk-angguk ringan, setuju atas perkataan Benjamin perihal dunia sempit. ... ⠀⠀⠀⠀

⠀⠀⠀⠀⠀ ... “Oh, ya—” Nadila tercekat, lekas meminum es jeruk guna mengosongkan mulut. “Aku Nadila,” sambungnya kemudian. Menduga bahwasanya Benjamin bisa lupa akan identitas dirinya. Bukankah seniman punya banyak kenalan? Mengingat semua orang dalam pikiran, ... ⠀⠀⠀⠀⠀

⠀⠀⠀⠀⠀ ... boleh jadi ada satu dua yang terlewatkan, bukan? ⠀⠀⠀⠀⠀Suara genjrengan gitar beserta gemericik tamborin menyapa gendang telinga. Nadila refleks menoleh pada sumber suara yang jadi atensi. Dengan padatnya kedai dan lantunan nyanyian pengamen, ... ⠀⠀⠀⠀⠀

⠀⠀⠀⠀⠀ ... tempat makan ini terasa semakin menyesakkan. Suara-suara saling bersautan, sebab tak hanya Nadila dan Benjamin yang berbicara. ⠀⠀⠀⠀⠀Indra pendengaran dipaksa bekerja ekstra guna menangkap suara Benjamin. Tendas sedikit dimajukan dan mengarahkan ... ⠀⠀⠀⠀

⠀⠀⠀ ... daun telinga pada lelaki itu saat dirasa tengah berbicara. 𝘈𝘥𝘶𝘩, 𝘣𝘦𝘳𝘪𝘴𝘪𝘬 𝘣𝘢𝘯𝘨𝘦𝘵, batin Nadila. ⠀⠀⠀⠀⠀“Bagus, Kak! Buat aku yang gak mengerti seni, datang ke pameran yang melukis wujud nyata lebih menyenangkan. Daripada yang abstrak.” ... ⠀⠀⠀

⠀⠀⠀⠀⠀ ... Ia menjelaskan, dengan intonasi suara sedikit keras. Tak ingin kalah dengan polusi suara di sekitar. Apa 𝐁𝐄𝐍𝐉𝐀𝐌𝐈𝐍 𝐋𝐈𝐀𝐎 𝐓𝐀𝐍 dapat menangkap perkataan Nadila, tidak, ya? ⠀⠀⠀⠀⠀