Bioskop Roxy di jalan Tangerang, Jakarta mulai membuka layar 1 Juli 1950 & segera jadi pusat keramaian. Akhir 50-an namanya diganti jadi Raju, rayu. Tapi nama Roxy sudah kadung lekat.

Bahkan sampai sekarang, orang masih pergi ke Roxy, meski gedung bioskopnya sudah tak ada lagi.

Setelah G30S, Roxy ditutup krn dianggap menyebarkan komunisme, memutar film silat Cina. Iya, lucu, namun begitulah.

Ia disita tentara & per 1966 dibuka lagi dg nama Rayu Gaya Baru. Bioskop sekaligus gedung pertunjukan utk menopang keuangan ABRI. Orang tetap menyebutnya Roxy.

Awal 80-an, nama Roxy dipakai lagi. Ia identik dg film-film panas berlendir yang tak pernah sepi penonton. Hiburan murah masyarakat kelas bawah Grogol & sekitarnya.

Namun, seperti banyak bioskop independen lain, Roxy rontok di ujung 90-an. Bioskopnya lenyap. Namanya abadi. Roxy.

Saya tak tahu rasanya berusia 29 tahun. Hanya 4 minggu setelah hari jadi ke-24, pada 8 Mei 1993 bocah-bocah desa di Nganjuk menemukan tubuh saya di hutan.

Saya diculik, diperkosa, dibunuh, dibuang. Saya buruh pabrik yang menuntut hak saya, kami, dipenuhi dg adil. Saya Marsinah.

Ki Hadjar Dewantara sebenarnya memang berpesan agar namanya tidak dijadikan nama jalan. Kalau pun hendak dipakai, gunakan nama 'Taman Siswa' saja — ini yang lantas terjadi di Yogyakarta.

Sayangnya, makin ke sini wasiat tsb sepertinya makin dilupakan.

Tahu P. Ramlee berkat serial Bujang Lapok ❎
Tahu P. Ramlee berkat Upin-Ipin ✅

Mau kaget, tapi bahkan lagu 'Aiya Cik Siti' dari film P. Ramlee, Ali Baba Bujang Lapok, pun viral di Indonesia krn didendangkan ulang jadi 'Aiya Susanti...' dalam kartun tsb twitter.com/potretlawas/st…